Jangan Remehkan Diri Sendiri

Syahril Syam, ST., C.Ht., L.NLP *)

Janis Schonfeld seorang desainer interior berusia 46 tahun, telah menderita depresi sejak usia remaja. Selama itu ia tidak pernah mengobati depresinya. Hingga suatu ketika ia melihat iklan surat kabar bahwa UCLA Neuropsychiatric Institute sedang mencari subjek sukarelawan untuk percobaan obat untuk menguji antidepresan baru yang disebut venlafaxine (Effexor).

Schonfeld mengalami depresi akut yang membuat pikirannya selalu ingin bunuh diri. Tapi kemudian memutuskan mengambil kesempatan untuk menjadi bagian dari uji coba obat antidepresan baru. Ketika Schonfeld tiba di institut untuk pertama kalinya, seorang teknisi menghubungkannya ke electroencephalograph (EEG) untuk memantau dan merekam aktivitas gelombang otaknya selama sekitar 45 menit, dan tidak lama setelah itu, Schonfeld pergi dengan sebotol pil dari apotek rumah sakit.

Ia juga tahu bahwa kira-kira setengah dari kelompok akan mendapatkan obat, dan setengahnya akan menerima plasebo (pil gula). Tapi baik dia maupun dokter yang melakukan penelitian tidak tahu kelompok mana yang akan mendapatkan obat beneran dan mana yang mendapatkan pil placebo. Bahkan, tidak ada yang akan tahu sampai penelitian selesai. Tetapi pada saat itu, itu tidak masalah bagi Schonfeld. Karena ia sudah menderita depresi cukup lama dan berharap dengan cara ini ia bisa sembuh.

Tidak lama setelah dia mulai meminum pilnya, Schonfeld mulai merasa lebih baik secara dramatis untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Ia bahkan mengalami mual dan diketahui sebagai efek samping penggunaan obat. Makanya Ia merasa yakin bahwa ia benar-benar mendapatkan obat antidepresan.

Akhirnya, pada akhir studi delapan minggu, salah satu peneliti mengungkapkan kebenaran yang mengejutkan: Schonfeld, yang tidak lagi ingin bunuh diri dan merasa seperti orang baru setelah minum pil, sebenarnya berada di kelompok plasebo. Ia kecewa dan merasa dokter melakukan kesalahan. Karena selama bertahun-tahun ia mengalami depresi dan selalu punya keinginan bunuh diri, ternyata bisa sembuh total hanya dalam waktu delapan minggu. Itupun sembuh hanya karena pil gula (efek placebo). Bahkan ia juga merasa mual sebagai efek samping obat.

Ia dan 38 persen dari kelompok plasebo juga merasa lebih baik. Dan yang membuat para peneliti terkejut adalah karena terjadi perubahanya nyata di otaknya. Hasil rekaman EEG menunjukkan peningkatan signifikan dalam aktivitas di korteks prefrontal, yang pada pasien depresi biasanya memiliki aktivitas yang sangat rendah. Janis Schonfeld ternyata mampu menyembuhkan depresinya sendiri hanya dengan meyakini bahwa ia bisa sembuh. Walaupun pemicu keyakinannya adalah dari pil gula. Dengan kata lain, kita semua sebenarnya bisa menghadirkan keyakinan nyata di otak dan tubuh kita, yang dengan itu membuat kita sembuh dari penyakit. Dan tidak mesti dipicu oleh pil gula (efek placebo).

@pakarpemberdayaandiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *