Oleh: Syahril Syam*)
Sebuah penelitian yang cukup lama dan terkenal adalah penelitian yang dilakukan oleh psikolog Walter Mischel dari Stanford University pada tahun 1970-an. Mischel mengajak anak-anak berusia empat tahun untuk masuk ke sebuah ruangan di Bing Nursery School di kampus Stanford, dimana anak-anak tersebut disuguhkan baki berisi marshmallow atau suguhan lain, dan diminta untuk memilih satu yang mereka sukai.
Anak-anak ini diteliti seberapa besar mereka bisa mengendalikan diri mereka terhadap apa yang mereka sukai. Apakah mereka bisa tetap mengendalikan diri mereka untuk tetap fokus mengikuti perintah yang diberikan, ataukah mereka tak mampu mengendalikan diri mereka dari “godaan” suguhan yang mereka sukai. Untuk mengetahui hal itu, para peneliti memberitahu anak-anak, “Permenmu bisa kamu makan sekarang kalau kau mau. Tapi, kalau kamu tidak makan permen itu sampai aku kembali dari mengerjakan suatu tugas, kamu bisa mendapatkan dua lagi saat itu.”
Ruangan tersebut sengaja dibuat steril dari berbagai gangguan yang dapat mengalihkan perhatian lain, seperti mainan, buku, bahkan gambar sekalipun. Satu-satunya “gangguan” atas fokus mereka hanyalah permen yang ada di hadapannya. Kata Daniel Goleman, “Pengendalian diri adalah pencapaian besar bagi seorang anak umur empat tahun di bawah kondisi yang begitu sulit.” Lantas apa yang terjadi? Sekitar sepertiga anak langsung memakan permen itu. Dan itu berarti ia begitu sulit mengendalikan dirinya dari “godaan” yang ada di hadapannya.
Sedangkan sepertiga lainnya menunggu selama 15 menit, sampai akhirnya mereka mendapat tambahan dua permen lagi. Tentunya usaha mereka tersebut seolah terasa waktu yang tanpa akhir, namun toh akhirnya mereka berhasil mengendalikan diri mereka; mereka telah berhasil dalam usaha mereka dan layak mendapatkan tambahan dua permen lagi. Adapun sepertiga sisanya berada dalam dua kondisi tersebut.
Anak-anak yang berhasil mengendalikan diri mereka (disiplin) mengalami pergolakan dalam diri mereka. Terjadi pertarungan sengit pada diri mereka antara “pengendalian diri” Vs “pemuasan diri”. Dan ketika mereka berhasil mengendalikan diri mereka, maka paling tidak ada tiga hal yang terjadi pada fungsi eksekutif di otak mereka. Pertama, kemampuan untuk secara sadar melepas fokus dari sebuah objek yang diinginkan yang telah dengan kuat merebut perhatian mereka.
Kedua, melawan pengalih perhatian, membuat mereka bisa menjaga fokus di tempat lain (anak-anak yang berhasil mengendalikan diri, melakukan “pengalokasian perhatian strategis” seperti berpura-pura bermain, menyanyikan lagu, atau menutup mata). Hal ini dilakukan agar tidak kembali pada permen yang menggiurkan (permen yang mengalihkan perhatian mereka). Ketiga, menjaga fokus pada satu tujuan di masa yang akan datang (mendapatkan tambahan dua permen). Ketiga hal ini membentuk pengendalian diri kita (disiplin).
@pakarpemberdayaandiri