Spirit  

Penderitaan dan Kebahagiaan Abadi

Syahril Syam

Oleh : Syahril Syam *)

Manusia terdiri atas dua substansi, yaitu tubuh lahiriah dan jiwa; tubuh kasar dan tubuh halus; tubuh kasat mata dan jiwa yang tak kasat mata. Tubuh lahiriah adalah tubuh yang nampak di dunia ini secara kasat mata. Sedangkan sisi batin biasa juga disebut dengan jiwa. Kesenangan dan penyakit tubuh lahiriah bergantung pada kesejahteraan, kesehatan, dan harmoninya dengan alam.

Berbeda dengan tubuh lahiriah, kebahagiaan dan penderitaan jiwa kita tergantung kepada dikendalikan oleh dunia atau justru mengendalikan diri. Martin Seligman menyebut salah satu jenis kebahagiaan yang paling rendah levelnya, yaitu kebahagiaan materi (kesenangan dunia). Sebenarnya ini bukanlah kebahagiaan karena sifatnya hanya sementara. Saat mendapatkan sesuatu, maka merasa senang. Akhirnya ia kecanduan untuk selalu memperoleh sesuatu. Kesenangannya bergantung sepenuhnya pada hal-hal di luar dirinya.

Kesenangan tipe inilah yang sesungguhnya merupakan penderitaan. Ia pada dasarnya menderita karena ia tak lagi menguasai dirinya sendiri. Ia justru dikuasai oleh sesuatu di luar dirinya. Ia menderita namun tertutupi secara sesaat oleh pengalihan sesaat berupa memperoleh sesuatu. Akhirnya, untuk menutupi penderitaannya, ia pun selalu ingin meraih sesuatu yang bersifat menyenangkan dirinya. Ujung dari semua ini adalah penderitaan abadi.

Jika penderitaan abadi terjadi karena jiwa semata bersandar kepada sesuatu yang bersifat lahiriah; maka kebahagiaan jiwa terjadi ketika ia bersandar kepada sesuatu yang juga bersifat batiniah. Saat tubuh halus (jiwa) melatih dirinya dari ketergantungan dan bersandar hanya kepada sesuatu yang lahiriah; maka saat itulah menjadi mudah mengendalikan dirinya. Pilihan yang dibuat bukan lagi karena ada sesuatu yang menggoda, namun ia memilih karena ia secara sadar tahu bahwa sesuatu itu benar dan baik.

Ia memilih karena percaya ada Sang Maha Agung menyuruhnya untuk melakukan hal baik dan benar. Ia sepenuhnya mampu mengontrol dirinya tetap berada dalam kondisi ini. Jika ia galau, maka ia tahu bahwa ada sesuatu di luar dirinya yang berusaha menarik perhatiannya. Dan oleh karena itu, ia melatih diri untuk mengendalikan dirinya agar tidak menjadi galau.

Inilah kebahagiaan yang diperoleh karena melatih diri untuk berkarakter. Melatih diri untuk menyandarkan diri hanya kepada Sang Maha Agung yang tak kasat mata. Dan karena ia melatih diri untuk bersandar hanya kepada-Nya, maka tak ada lagi ruang bagi dirinya untuk dikendalikan oleh dunia (lahiriah). Ujung dari semua ini adalah kebahagiaan abadi.

@pakarpemberdayaandiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *