David Tran, Pengungsi Perang Berharta Rp 15 Triliun

Foto: David Tran (Via Reuters Los Angeles Daily News)

MajalahCEO.co.id, Jakarta – Tidak ada yang tau pasti nasib seorang manusia kecuali hanya sang pencipta. Mungkin kini dia bukan siapa-siapa, namun siapa yang bisa menebak kedepannya dia akan menjadi sehebat apa?.

Roda kehidupan tidak selalu melulu berada diatas dan tidak juga selalu berada dibawah, akan tetapi roda kehidupan selalu berputar dimana mungkin kini kita berada di bawah tetapi atas seizin Allah kita bisa berada diatas. Begitupun sebaliknya yang tadinya berada diatas angin bila Allah menghendakimu merasakan pahit getirnya kehidupan bukan hal sulit untuk menurunkanmu dari ketinggian tersebut

Kisah hidup perjalanan manusia, kita bisa belajar dari kisah David Tran, seorang pengungsu asal Vietnam yang sukses di Amerika Serikat.

Tran adalah pengungsi asal Vietnam yang datang ke Amerika Serikat untuk mencari suaka. Di sana Tran lantas memulai usaha, karena kerja keras dan kegigihan. Tran berhasil sukses dan memiliki harta US$ 1 miliar atau Rp 15 triliun.

Kisah perjalanan hidup David Tran

Pada awalnya, Davin Tran adalah korban dari Perang Vietnam. Dia dan 3.000 orang lain kabur dari Vietnam untuk pergi ke AS pada tahun 1978. Dia datang sebagai pengungsi dan berharap pemerintah AS bersedia menampungnya.

Namun, dia tak seperti pengungsi lain yang mengandalkan hidup dari bantuan orang. Sebagai bekas pengusaha sukses, dia lantas ingin memulai bisnis di Paman Sam dari nol. Mengutip Forbes, Tran lantas menjual simpanan emas 2 Kg miliknya sebagai modal usaha.

Dari modal inilah, Tran memilih bisnis saus sambal khas Vietnam. Soal bisnis ini, Tran memang sudah familiar. Kala di Vietnam, dia bersama saudara-saudara sudah berdagang saus sambal hingga kaya raya.

Jadi, ketika memulai bisnis di Los Angeles, Tran sudah tahu hal-hal apa saja yang harus dilakukannya. Dia hanya butuh waktu dua tahun, tepat pada Januari 1980, untuk menyiapkan bisnis hingga berhasil mendirikan merek saus sambal bernama Huy Fong.

Pada mulanya, Tran memasarkan saus sambal di komunitas Vietnam dan tentu saja langsung laku di pasaran. Meski begitu, hal ini tak membuat Tran tinggi hati.

“Saya tahu, setelah orang-orang Vietnam bermukim di sini, mereka menginginkan saus pedas untuk mereka… Tapi saya menginginkan sesuatu yang bisa saya jual kepada lebih dari sekadar orang Vietnam,” katanya kepada Business Insider.

Atas dasar inilah dia meluaskan target pasar ke masyarakat luas. Tak disangka, saus sambal buatannya laris-manis di pasaran. New York Times menyebut saus sambalnya sesuai dengan lidah masyarakat AS dan cocok diterapkan di seluruh kuliner.

Sejak itulah, dia mulai mendulang keuntungan. Pada 1987, Tran memindahkan operasional Huy Fong ke gedung yang lebih besar. Lalu satu dekade kemudian, dia membeli pabrik besar untuk produksi ribuan botol saus sambal.

Menariknya, keberhasilan Huy Fong sama sekali tidak melalui iklan, melainkan hanya lewat penjualan dari mulut ke mulut. Atas dasar inilah, Tran selalu menjaga mutu saus sambalnya supaya cara marketing seperti ini tetap terjaga.

Selain itu, dia juga berupaya menjaga harga tidak terlalu mahal.

“Tujuan saya adalah mencoba membuat saus pedas bagi orang kaya dengan harga yang sama bagi orang miskin,” katanya.

Sampai sekarang, Tran masih fokus berjualan. Bahkan, dia tak hanya menjual saus sambal khas Vietnam saja, tetapi juga sambal ulek khas di Indonesia. Semuanya berada di bawah bendera Huy Fong. Atas dasar ini, Huy Fong dinobatkan menjadi raja saus sambal di AS, setelah Tabasco dan Frank’s RedHot.

Sementara, Tran sendiri kini disebut Forbes memiliki harta US$ 1 miliar atau Rp 15 triliun. Dia pun lantas dinobatkan sebagai bekas pengungsi tersukses dan terkaya di Amerika Serikat.

[CNBC/nug]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *