Sepanjang 2025 PHK di Indonesia Semakin Meningkat, Daya Beli Masyarakat Anjlok

Foto ilustrasi istimewa

MAJALAHCEO.co.id, Jakarta – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia semakin meningkat sepanjang 2025, memperparah penurunan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia (BI) Erwin Gunawan Hutapea dalam acara Efektivitas Kebijakan Moneter Pro-market untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

“Pasti impact-nya ya akan ke pertumbuhan ekonomi ya, karena PHK itu di satu sisi akan mempengaruhi daya beli, yang ujungnya kan konsumsi ya. Sementara kita tahu dalam situasi seperti sekarang, di mana kita sama-sama sepakat rasanya bahwa perdagangan dunia akan terpengaruh sehingga ekspor juga pasti tak mudah,” kata Erwin.

Terlebih saat ini, kata Erwin, Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor ke Indonesia sebesar 32%.

Erwin mengatakan tarif tersebut akan mempengaruhi kinerja perusahaan di Indonesia yang berorientasi terhadap ekspor. Hal ini lantaran karena harga yang bakal terkoreksi

Erwin menambahkan, meskipun saat ini pemerintah tengah melakukan negosiasi dengan AS, serta melakukan diverifikasi pasar, namun hal ini membutuhkan waktu.

“Kemudian pertanyaannya ekonominya, korporasinya masih mampu nggak dengan sebut saja penjualan yang mulai terpengaruh misalnya gitu ya. Masih mampu nggak menahan beban yang ada? Kalau dia nggak mampu kan akan terjadi layoff,” ujarnya.

Erwin mengatakan, tantangan tersebut tidak hanya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, melainkan juga terhadap nilai tukar rupiah.

Meskipun dampak ini tidak terjadi secara langsung, akan tetapi dampak pertumbuhan ekonomi ini akan dinilai oleh pelaku pasar.

“Itu akan berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Ya mungkin nggak direct hubungannya dengan nilai tukar ya, tapi mungkin dari bagaimana kemudian orang akan melihat pertumbuhan ekonomi kita,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 24.036 pekerja terkena PHK dari Januari hingga 23 April 2025, terutama akibat kerugian perusahaan yang dipicu oleh menurunnya permintaan pasar domestik dan internasional.

BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat lonjakan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar 100% per 31 Maret 2025, dengan 35.000 klaim dan total pembayaran Rp161 miliar, menandakan skala PHK yang signifikan.

Sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, elektronik, hingga pariwisata terpukul keras. Misalnya, industri manufaktur kehilangan 410.000 tenaga kerja dari Agustus 2024 hingga Februari 2025 karena permintaan domestik yang lemah.

Sektor jasa, termasuk startup teknologi, juga terdampak akibat efisiensi dan penurunan pendanaan. Efisiensi anggaran pemerintah turut memperburuk situasi, dengan okupansi hotel menurun dan 150 karyawan hotel di Bogor terkena PHK

Editor: Jagad N

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *