MAJALAHCEO.co.id, Jakarta – Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif Donald Trump, khususnya setelah pengumuman tarif resiprokal sebesar 32% yang dikenakan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia pada 2 April 2025.
Langkah yang ditempuh BI, diantaranya pemantauan pasar keuangan global dan eomestik
BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi potensi gejolak, terutama terkait pelemahan nilai tukar rupiah dan volatilitas pasar saham seperti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Selain itu BI juga menerapkan strategi triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Langkah ini meliputi:
Intervensi di Pasar Valuta Asing: BI akan melakukan intervensi untuk mengendalikan pelemahan rupiah, terutama jika tekanan dari penguatan dolar AS meningkat akibat kebijakan tarif.
Pengelolaan Pasar Surat Berharga Negara (SBN):
BI akan menjaga stabilitas yield SBN agar tetap menarik bagi investor dan mencegah capital outflow yang berlebihan.
Pengaturan Likuiditas
BI akan memastikan likuiditas di pasar uang tetap terjaga untuk mendukung stabilitas ekonomi domestik.
Koordinasi dengan Pemerintah
BI bekerja sama dengan pemerintah untuk mendukung langkah-langkah strategis, seperti negosiasi bilateral dengan AS dan diversifikasi pasar ekspor. Ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS serta memitigasi dampak terhadap sektor ekspor utama Indonesia, seperti elektronik, tekstil, dan agribisnis.
Kesiapan Menjaga Cadangan Devisa
BI memastikan cadangan devisa tetap kuat sebagai bantalan untuk menghadapi potensi guncangan ekonomi. Cadangan ini akan digunakan untuk intervensi pasar guna mencegah depresiasi rupiah yang berlebihan, terutama jika kurs mendekati atau melampaui batas psikologis Rp17.000 per dolar AS.
Langkah-langkah ini diambil karena kebijakan tarif Trump berpotensi meningkatkan inflasi di AS, yang dapat membuat suku bunga The Fed tetap tinggi atau naik. Akibatnya, dolar AS menguat, rupiah melemah, dan tekanan terhadap ekonomi Indonesia meningkat, termasuk risiko penurunan ekspor serta ancaman gelombang PHK di sektor industri berorientasi ekspor.
BI juga berhati-hati dalam menyesuaikan suku bunga acuan (SBI) agar tidak memperburuk daya saing ekonomi domestik di tengah situasi ini.
[Jagad N]