Ekonomi Ramadhan 2025: Konsumsi Tetap Naik, tapi Tidak Semeriah Tahun Lalu, Kenapa?

Foto ilustrasi Makassar SEO

Oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

Konsumsi Ramadhan: Tradisi yang Tidak Bisa Dihindari

Ramadhan selalu menjadi momen puncak konsumsi bagi masyarakat Indonesia.

Setiap tahun, pengeluaran rumah tangga meningkat drastis menjelang dan selama bulan suci, terutama untuk kebutuhan pangan, pakaian, dan biaya mudik. Tahun ini pun demikian.

Meskipun terdapat tekanan daya beli akibat kenaikan harga bahan pokok di awal tahun, konsumsi masyarakat selama Ramadhan 2025 tetap tumbuh.

Achmad Nur Hidayat

Data menunjukkan bahwa pada Ramadhan 2024, inflasi bulan Maret mencapai 0,52% (month-to-month), lebih tinggi dibandingkan inflasi Ramadhan 2023 yang hanya 0,18%.

Hal ini menunjukkan bahwa dorongan konsumsi tahun lalu cukup kuat.

Namun, memasuki 2025, situasi ekonomi sedikit berbeda. Awal tahun ini ditandai dengan deflasi dua bulan berturut-turut (-0,76% di Januari dan -0,02% di Februari), yang mencerminkan lemahnya permintaan domestik.

Selain itu, angka PHK sepanjang 2024 mencapai 77.965 kasus, ditambah 4.050 kasus baru di Januari 2025, yang semakin menekan daya beli masyarakat.

Namun demikian, konsumsi selama Ramadhan tetap naik secara musiman.

Proyeksi para analis menyebutkan bahwa total konsumsi masyarakat selama periode ini bisa mencapai Rp1.188 triliun, meskipun laju pertumbuhannya lebih landai dibandingkan 2023 dan 2024.

UMKM Pakaian dan Makanan: Masih Aman, tapi Tidak Luput dari Tantangan

Sektor UMKM, khususnya di bidang pakaian, makanan, dan minuman, masih mendapat dorongan besar dari perayaan Ramadhan dan Lebaran.

Sejak awal bulan puasa, bazar takjil hingga pesanan hampers meningkat signifikan.

Permintaan terhadap makanan khas Lebaran dan oleh-oleh daerah juga terus mengalir seiring arus mudik yang diperkirakan mencapai 193 juta orang pada 2025.

Namun, UMKM di sektor pakaian menghadapi tantangan yang cukup berat.

Banjir produk impor, baik legal maupun ilegal, telah menekan industri tekstil dalam negeri. Pada 2024, setidaknya 37 ribu kontainer pakaian impor masuk ke pasar domestik, membuat produsen lokal sulit bersaing.

Pemerintah telah merespons dengan kebijakan pembatasan impor pakaian bekas serta regulasi ketat terhadap tekstil asing, tetapi dampaknya belum terasa sepenuhnya.

Akibatnya, meskipun ada peningkatan permintaan pada Ramadhan tahun ini, sektor pakaian mungkin tidak menikmati lonjakan yang sama seperti makanan dan minuman.

Sebaliknya, UMKM kuliner tetap bertahan dengan baik.

Sejak pandemi, tren belanja makanan secara daring terus meningkat, dengan kategori F&B menjadi salah satu yang terlaris selama promo Ramadhan di berbagai e-commerce.

Ditambah dengan kebiasaan buka puasa bersama serta tradisi mengirim bingkisan Lebaran, sektor makanan dan minuman masih menjadi pemenang dalam ekonomi Ramadhan 2025.

THR: Masih Efektif, tetapi Lebih Selektif Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi faktor utama yang mendorong belanja masyarakat menjelang Lebaran.

Pemerintah mengalokasikan sekitar Rp50 triliun untuk THR ASN pada 2025, sedikit lebih tinggi dibandingkan Rp48,7 triliun tahun sebelumnya. Strategi pencairan lebih awal juga dilakukan agar uang beredar lebih merata dan tidak hanya menumpuk di akhir Ramadhan.

Namun, ada indikasi bahwa masyarakat lebih selektif dalam membelanjakan THR mereka tahun ini. Pada 2024, survei menunjukkan bahwa 67% masyarakat mengalokasikan setidaknya 25% dari THR untuk belanja Ramadhan dan Lebaran.

Tetapi di 2025, banyak rumah tangga yang lebih berhati-hati akibat ketidakpastian ekonomi, memilih untuk menyimpan atau membayar utang terlebih dahulu daripada langsung menghabiskan uang untuk konsumsi.

Indeks keyakinan konsumen juga sedikit menurun di awal tahun, mengindikasikan adanya kehati-hatian dalam belanja besar-besaran.

Meski demikian, sektor ritel tetap optimistis.

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memperkirakan transaksi ritel pada Ramadhan dan Lebaran tetap naik sekitar 15-20% dibandingkan bulan-bulan biasa, meskipun kenaikan ini lebih moderat dibandingkan lonjakan 30% yang terjadi pada 2024.

Politik Stabil, Pasar Tenang: Efeknya terhadap Konsumsi

Dinamika politik pascapemilu juga memiliki dampak terhadap konsumsi.

Pada 2024, transisi pemerintahan yang kondusif membuat masyarakat lebih percaya diri dalam berbelanja.

Hal ini berbeda dengan tahun-tahun di mana ketidakpastian politik membuat konsumen menahan pengeluaran.

Hingga menjelang Ramadhan 2025, stabilitas politik relatif terjaga, yang berarti tidak ada faktor eksternal signifikan yang menghambat konsumsi masyarakat.

Selain itu, pasar keuangan juga menunjukkan stabilitas meski terjadi peningkatan risiko pada nilai tukar.

Rupiah mengalami gejolak pelemahana yang cukup berarti, dan IHSG cenderung turun, yang menandakan bahwa investor tergerus kepercayaannya pada fundamental ekonomi.

Di sisi lain, pemerintah berusaha mengendalikan harga bahan pokok dengan operasi pasar, sehingga lonjakan harga tidak terlalu menggerus daya beli THR.

Kombinasi antara stabilitas makro dan strategi promosi ritel yang agresif tetap membuat konsumsi berjalan, meskipun tidak sekuat tahun lalu.

Ramadhan 2025, Masih Positif tetapi Tidak Semeriah Tahun Lalu

Ekonomi Ramadhan 2025 tetap tumbuh, tetapi dengan laju yang lebih moderat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Konsumsi meningkat secara musiman, tetapi daya beli yang lebih terbatas membuat lonjakan ini tidak sedramatis 2023 atau 2024. UMKM makanan dan minuman masih bertahan kuat, sementara sektor pakaian harus bersaing dengan arus impor.

THR tetap menjadi faktor pendorong konsumsi, tetapi masyarakat lebih selektif dalam menggunakannya.

Stabilitas politik dan pasar memberikan angin segar bagi ekonomi Ramadhan, tetapi tantangan daya beli masih membayangi.

Pemerintah perlu terus mendorong kebijakan yang mendukung konsumsi berkelanjutan, bukan hanya mengandalkan THR sebagai stimulus tahunan.

Dengan strategi yang tepat, momentum musiman ini tetap bisa menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional.

END

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *