MAJALAHCEO.co.id, Depok – Sesungguhnya pembicaraan mengenai wanita dan hal-hal yang berkaitan dengannya sangatlah penting, khususnya pada zaman sekarang ini, dimana wanita muslimah menghadapi fitnah (ujian) yang dapat menyebabkan hilangnya kemuliaan dan kedudukannya yang terhormat dalam dienul Islam.
Demikian disampaikan Ustadzah Dra. Herlini Amran, MA, pada kajian Kalam Rabu, di Masjid Adz Dzikri, Pesona Khayangan, Depok, Rabu (10/10/2025).
Ustadzah Herlini menyampaikan, Fiqih safar bagi muslimah mengharuskan ditemani mahram (kerabat pria yang tidak boleh dinikahi) saat perjalanan jauh, yaitu selama tiga hari atau lebih, untuk menjaga keselamatan dan kehormatan wanita.
Aturan ini bertujuan melindungi wanita dari potensi bahaya dan fitnah, namun beberapa ulama modern berpendapat kondisi keamanan modern bisa menjadi alasan untuk melonggarkan ketentuan ini, terutama jika bersama rombongan wanita terpercaya atau dengan jaminan keamanan dari pemerintah.
Makna Safar dalam Fiqih, seseorang keluar dari negerinya menuju ke satu daerah tertentu, yang perjalanan itu menempuh jarak tertentu dalam pandangan mereka (ahli fikih).
Perjalanan ke luar daerah tempat tinggal dengan jarak yang dibolehkan melakukan qasar shalat, lewat darat, laut atau udara. Menurut mayoritas ulama,disebut safar jika perjalanannya lebih dari 85 KM.
“ Safar sunah, artinya melakukan perjalanan bernilai kebaikan, seperti berdakwah, menyambung silaturahmi, menjenguk orang sakit, berdagang untuk mencari nafkah, menuntut ilmu, atau umroh yang sunnah,” kata Ustadzah
Sejatinya, urgensi mahram (orang yang dilarang-haram dinikahi) bagi wanita adalah memberikan perlindungan dari beragam kemungkinan buruk, seperti salah satu sebutan al-Qur’an untuk kaum pria dengan, qawwamuna ‘ala an-nisa’, yang dapat dimaknai memiliki tanggung jawab memberi perlindungan dan rasa aman pada kaum wanita.
Para ulama sepakat pensyariatan mahram bertujuan memberi perlindungan pada wanita dari berbagai gangguan. Namun dalam pemahamannya, sebagian ulama mengharuskan adanya mahram secara mutlak, dan sebagian lain tidak mengharuskannya.
Safar secara bahasa adalah melakukan perjalanan. Safar juga berarti terbuka, disebut demikian karena orang yang melakukan safar akan terbuka dirinya dari tempat tinggalnya ke tempat yang terbuka. Begitu juga orang yang melakukan safar akan terbuka akhlak, perilaku dan perangai aslinya, yang selama ini tertutup ketika seseorang tidak mengadakan perjalanan.
Prinsipnya, seorang Muslimah tidak safar sendirian, melainkan bersama mahramnya. Kebolehan merupakan keringanan (rukhsah) ketika kondisinya aman terhadap diri, agama, dan kehormatannya.
Tujuannya semata-mata untuk menjaga Muslimah dari terjadinya fitnah dan kejahatan yang bisa menimpanya, bukan membatasi kebebasan dan mobilitasnya.
Pendapat yang kuat bahwa mahram bukanlah syarat wajib haji bagi wanita muslimah berdasarkan hadist dan atsar di atas. Tetapi safar wanita boleh dilakukan bersama rombongan perempuan yang bisa dipercaya, khususnya jika keadaan aman.
Adapun hadist Ibnu Abbas yang mensyaratkan mahram, peristiwa tersebut bukan pada haji wajib, tetapi pada haji yang sunnah. Karena haji baru diwajibkan pada tahun 10 H, dimana Rasulullah pada waktu itu juga melaksanakan ibadah haji.
Walaupun demikian, diharapkan bagi wanita yang ingin melaksanakan haji dan umrah atau melakukan safar wajib lainnya, hendaknya bersama mahramnya, karena itu lebih terhindar dari fitnah dan marabahaya lainnya. Ini pada safar wajib, tentunya dalam safar mubah dan mustahab lebih ditekankan lagi.
Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu yang dibutuhkan sekali, kita bisa mengambil pendapat ulama yang membolehkan dengan syarat-syarat yang sangat ketat. Dengan demikian Islam dipahami sebagai agama yang selalu menjaga kehormatan dan keselamatan wanita, sekaligus memberikan solusi-solusi yang bisa dipertanggung jawabkan baik secara agama maupun secara sosial disaat tidak ada pilihan lain.
[Diana]













