MAJALAHCEO.co.id, Jakarta – Kalangan usaha dan pekerja ramai-ramai menolak berlakunya PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. PP ini ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024.
Substansi PP mewajibkan semua pekerja swasta dan mandiri ikut iuran pada program tabungan perumahan rakyat. Hal ini dianggap menambah beban dunia usaha dan pekerja.

Peraturan ini mewajibkan pemotongan gaji sebesar 3 persen bagi para pekerja. Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), buruh, dan pekerja swasta dengan tegas menolak pemberlakuan UU tersebut.
Praktisi Hukum Dr. Suriyanto Pd, SH.MH.M.Kn menilai, TAPERA, pekerja dan pemberi kerja akan menghadapi beban ganda. Saat ini, pemberi kerja sudah menanggung beban pungutan sebesar 18,24% – 19,74% dari penghasilan pekerja untuk berbagai program jaminan sosial. Tambahan 3 persen dari gaji melalui TAPERA akan semakin membebani kondisi keuangan perusahaan dan pekerja, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya akibat pandemi dan tekanan ekonomi global.
“ Ini akan menambah beban hidup pekerja di tengah perekonomian yang masih sulit seperti saat ini. Para pekerja buat makan saja masih susah. Coba kita lihat di pabrik-pabrik di saat jam istirahat, mereka makan seadanya dan belum cakupan gizinya terpenuhi. Di mana nuraninya, sudah susah masih dibuat susah lagi. Dunia usaha pun juga pasti menjerit dengan beban kewajiban seperti tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 tersebut,” kata Suriyanto kepada strateginews.id, Rabu [29/5/2024].
“ Apakah pemerintah menjamin dari dana yang dikumpulkan bisa memenuhi tujuan pemenuhan perumahan dengan tepat. Pekerja sudah dibebani dengan berbagai iuran seperti PPh 21, PPN yang akan naik menjadi 12%, iuran BPJS Kesehatan, dan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, pengusaha juga sudah menanggung beban pungutan sebesar 18,24% – 19,74% dari penghasilan pekerja. Tambahan 0,5% dari iuran TAPERA semakin memberatkan beban keuangan mereka. Jangan sampai nanti pengelolaan TAPERA hanya menjadi bancaan karena salah kelola. Jangan sampai terjadi Jiwasraya kedua,” kata Suriyanto.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
PP Nomor 21 Tahun 2024 langsung menuai reaksi dunia usaha dan pekerja, karena dinilai memberatkan di tengah situasi ekonomi yang belum membaik pasca pandemi Covid-19.
[Jgd/red]