Penulis: Dr. Alkaf, Dosen IAIN Langsa, Aceh.
Sebenarnya, saya ingin menceritakan hal ini semalam. Tetapi, keadaan tidak mengizinkan karena fan Timnas Indonesia masih mengalami goncangan akibat kekalahan dari Uzbekistan. Pagi ini, saya melihat keadaan mulai membaik. Beberapa linimasa di media sosial sudah terlihat penerimaan hasil pertandingan semalam dengan lapang dada. Rupanya, pertandingan tanggal 2 Mei nanti melawan Irak ditatap dengan optimis.
Jadi begini, cerita ini agak rahasia sebenarnya, bahkan sedikit berbau menyan dan mistik, juga konspiratif. Tetapi, pembaca sekalian harus mengetahui hal ini. Simaklah baik-baik.
Ingat tidak peristiwa mengharukan di ruang ganti pascakemenangan Indonesia atas Korea Selatan di babak perempat final lalu? Saat itu Erick Tohir mendatangi pemain dan tim pelatih untuk memberi selamat. Setelah memeluk Shin Tae-yong, dia menghampiri para pemain. Lalu, seperti biasa, Erick memberi wejangan penyemangat.
“Satu lagi! Satu lagi!”
Tentu maksud Erick Tohir, menangkanlah pertandingan melawan Uzbekistan, Indonesia akan ke Olimpiade. Tetapi, para punggawa timnas malah membalas dengan lebih bersemangat:
“Dua, Dua!” Dua yang mereka teriakkan itu adalah mengalahkan Uzbekistan dan siapa pun lawan di final.
Saya terdiam ketika menonton fragmen itu. Dari layar handphone, Erick Tohir pun demikian. Dia tidak merespon ajakan untuk mengambil dua kali lagi kemenangan itu. Alasannya tentu saja sederhana sekali, bahwa juara turnamen ACF U-23 pada edisi ini akan berada satu grup dengan Israel di Olimpiade Paris nanti.
Dalam bacaan simbolik saya, Erick berada dalam dilema itu, bahkan kita semua. Melawan Israel dalam ajang olahraga apa pun tidak pernah direstui oleh sejarah negeri ini. Israel adalah negara yang tidak boleh didekati, apalagi berada dalam satu lapangan untuk beradu lari dengan mereka.
Beberapa cerita dari masa lalu yang kita ketahui menunjukkan acapakali akan bertemu Israel, acapkali pula Indonesia memilih untuk tidak memenangkan duel di lapangan. Indonesia lebih memilih untuk mundur daripada berhadapan langsung yang nantinya akan dimaknai sebagai dukungan terhadap eksistensi negara itu, sekaligus pengabaian terhadap perjuangan pembebasan Palestina. Erick Tohir berada dalam dilema itu ketika melihat para punggawa timnas menghendaki dua kali kemenangan lagi.
Semalam, hasil berkata lain. Uzbekistan melangkah ke final. Otomatis, Indonesia akan memperebutkan peringkat ketiga demi memuluskan langkah ke Paris pada pertengahan tahun ini.
Kabar baiknya, peringkat tiga dari zona AFC akan berada satu grup dengan Argentina. Kini, setelah Argentina juara dunia di Qatar, semua tim hendak berhadapan dengan mereka. Mengalahkan Argentina seperti agenda paling penting dalam dunia sepak bola dewasa ini. Bisa dibayangkan, kalau nantinya Indonesia meraih peringkat ketiga, kita akan melihat Rizky Ridho berjabat tangan dengan Lionel Messi sebelum pertandingan.
Menurut kabar, pelatih Argentina, Javier Macherano, ingin membawa Messi ke dalam timnya dalam Olimpiade ini. Sepertinya, Macherano ingin membawa pulang lagi emas Olimpiade cabang Sepak Bola dengan magis Messi. Harapan yang sangat absah bagi siapa pun yang ingin memberi hasil terbaik bagi tim yang dilatihnya, walaupun Macherano mengabaikan variabel kemungkinan melawan Indonesia di pertandingan grup kelak.
Kalau hal tersebut benaran terjadi, kita akan melihat bagaimana tatanan kosmik berkerja untuk kebangkitan sepak bola Indonesia di abad ini, yaitu dengan sangat berwibawa melalui sorotan mata dunia ketika melihat Messi terperangah ketika dibuat tidak berkutik oleh Bang Jay dan Rizky Ridho. Sebuah kehendak semesta yang tidak bisa ditolak.
Begitulah kisah yang tidak terlihat dari hasil kekalahan semalam melawan Uzbekistan. Sesuatu yang tidak diinginkan, tetapi menjadi bagian dari perjalanan dari kisah epos sepak bola Indonesia. Tetapi, sebelum ke sana, hajar Irak terlebih dahulu!