MajalahCEO.co.id, Jakarta – Pemerintah sudah menerapkan tarif jasa hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan batas bawah 40% dan batas atas 75%. Namun pemerintah akan memberikan insentif fiskal bila pengusaha belum siap untuk menerapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) minimal 40% dan paling tinggi 75% .
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati mengatakan penerapan pajak hiburan ini berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. Pasalnya kebijakan ini merupakan perwujudan dari Undang Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu pemberian insentif tersebut akan ditentukan oleh pemerintah daerah.
“Insentif bisa diberikan secara massal oleh kepala daerah, sebab yang mengetahui kondisi daerah adalah Guberur dan Wali Kota masing-masing. Kepala daerah menjadi lebih mandiri mengurus daerah masing-masing,” ucap Lydia dalam media briefing di Kantor Pusat Kementerian Keuangan pada Selasa (16/1/2024).
Adapun pemberian fiskal ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 35 Tahun 2023, pasal 99 dijelaskan bahwa ada beberapa pertimbangan kepala daerah sebelum memberikan insentif fiskal kepada wajib pajak.
Pertama, kemampuan membayar wajib pajak dan/atau wajib retribusi. Dalam hal ini, jika pengusaha selaku wajib pajak belum mampu secara usaha ditetapkan dengan tarif 40%, maka Kepala Daerah bisa memberikan insentif fiskal.
“Berdasarkan asignment dan assesement daerah melakukan pengurangan pokok pajak, memberi keringanna, pembebasan atau penghapusan pokok pajak. pertimbangan, kemampuan wajib pajak dan wajib retribusi,” tutur dia.
Kedua, kondisi tertentu objek pajak terkena bencana alam, kebakaran, dan atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari pembayaran Pajak. Ketiga, untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro.
Apabila jasa hiburan tertentu yaitu pelaku usaha ultra mikro terkena tarif batas bawah 40%, maka kepala daerah bisa memberikan insentif fiskal. Keempat yaitu untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam mencapai program prioritas daerah; untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional.
“Jika memang pelaku usaha wajib pajak yang belum mampu secara usaha ditetapkan tarif 40%, maka kepala daerah dapat memberi keringanan. Kondisi tertentu objek pajak, misalnya kena kebakaran, bencana alam,” tutur dia.
[nur/red]