Oleh: Syahril Syam *)
Baru-baru ini diundang untuk memberikan pelatihan kepada UMKM. Dan hingga saat ini memang lagi gencarnya pemberdayaan UMKM di Indonesia. Karenanya, banyak materi-materi seputar cara membangun bisnis, produk, pemasaran, dan kegunaan internet-digital yang diberikan kepada para peserta. Namun yang jarang disadari oleh para pelaku UMKM – dan kebanyakan orang – adalah bahwa poin pertama dan utama yang mesti diperhatikan adalah diri sendiri. Karena yang akan menjalankan bisnisnya adalah diri mereka sendiri.
Faktor diri sebagaimana diri yang akan menjalankan bisnis inilah yang sesungguhnya mesti dikupas sehingga semua hal terkait cara membangun bisnis, produk, hingga pemasaran dan pemanfaatan internet dapat dijalankan secara maksimal. Seperti halnya seseorang dijejalkan pelajaran matematika dan pelajaran-pelajaran lainnya, namun jika dirinya belum siap menerima semua pelajaran tersebut, maka yang terjadi adalah kebuntuan berpikir hingga kejenuhan dalam mempelajari semua pelajaran tersebut. Maka jangan heran masih ada begitu banyak UMKM yang masih kesulitan naik kelas.
Kembali pada pelatihan yang tadi disebutkan, salah satu yang dikupas adalah penentuan target omzet, yaitu berapa persen kenaikan omzet yang diharapkan tercapai pada waktu yang telah ditentukan. Rata-rata peserta pernah mengikuti cara untuk menaikkan omzet, dan pelatihan seperti itu mudah ditemukan . Namun apakah kita semua sadar ataukah tidak bahwa kenaikan omzet atau tercapainya target omzet, terlebih dahulu ditentukan oleh diri sendiri sebagaimana adanya diri dalam melihat target.
Ajaran orang tua dulu sesungguhnya masih sangat relevan dan ajaran mereka telah terbukti berdasarkan penelitian neurosains. Orang-orang tua dulu mengajarkan bahwa “lihatlah dulu pohon yang engkau akan tanam itu telah tumbuh dan berbuah, maka setelah itu barulah engkau memulai menanam bibit”, atau “lihatlah dirimu telah sampai di seberang, barulah setelah itu engkau melangkahkan kaki”. Ajaran itu sesungguhnya tentang kenyamanan hati di dalam melihat target omzet di mental kita.
Dalam pelatihan yang disebutkan di atas, banyak orang yang seringkali memiliki keinginan akan kenaikan omzetnya hanya berdasarkan khayalan, dan bukan karena penetapan target yang sesuai kenyamanan hati. Pada dasarnya, setiap detail kehidupan yang kita jalani, telah tertetapkan terlebih dahulu di dalam mental kita. Setiap perubahan yang dilakukan di tengah proses kehidupan, tidak akan pernah terwujud kecuali bahwa perubahan itu telah dipikirkan dan dirasakan di kenyataan mental kita, entah itu disadari maupun tidak disadari. Sehingga apapun yang ada di kenyataan mental kita tanpa dipikirkan dan dirasakan dengan kenyamanan hati, maka itu hanyalah khayalan.
Kita bisa saja bebas menentukan dan memikirkan angka presentase kenaikan omzet yang diinginkan, tapi apakah angka tersebut telah merasuk ke dalam hati kita? Apakah angka tersebut telah benar-benar nyaman kita rasakan di hati, ataukah – tanpa disadari – ternyata masih ada terselip sedikit keraguan di hati terkait kemungkinan terwujudnya angka kenaikan omzet di kehidupan nyata?
Ketika memikirkan angka presentasi kenaikan omzet tanpa mengecek kenyamanan hati, maka pada dasarnya hanyalah sebuah khayalan. Berdasarkan neurosains, medan elektromagnetik pada saat itu juga cenderung melemah. Kenyataan mental tidak dalam kondisi sebagai penentu terwujudnya kenyataan hidup. Dan ada begitu banyak yang berkonsultasi – yang alhamdulillah atas izin-Nya – berhasil mencapai target omzetnya saat keinginan menaikkan angka presentasi telah terlebih dahulu menjadi sebuah target di dalam kenyataan mentalnya. Karena ketika telah benar-benar nyata di kenyataan mental, maka berbagai usaha yang dilakukan – di kenyataan hidup – dalam menaikkan omzet akan sinkron dengan kenyataan mental kita.
@pakarpemberdayaandiri