Spirit  

Mengenal Emosi Maka Menjadi Sehat dan Bahagia

Syahril Syam, ST., C.Ht., L.NLP

Oleh: Syahril Syam*)

Barangsiapa mengenal emosinya, maka ia mengenal dirinya sendiri. Pernyataan ini tidaklah berlebihan, mengingat kebanyakan orang seringkali terombang ambing oleh emosinya sendiri. Dan biasanya secara emosional, kebanyakan manusia dipengaruhi oleh dorongan dari tubuhnya sendiri, keadaan lingkungan, dan waktu (kenangan masa lalu dan kekhawatiran masa depan). Sistem kendali otomatis tubuh kita berada dibawah sistem saraf otonom yang dikendalikan oleh otak limbik, yang juga disebut “otak emosional” dan “otak kimiawi”. Otak limbik bertanggungjawab atas fungsi bawah sadar seperti tatanan kimiawi dan homeostasis, untuk menjaga keseimbangan fisiologis alami tubuh.

Saat kita mengalami emosi yang berbeda-beda, kita mengaktifkan bagian otak ini. Dan itu menciptakan molekul kimia yang sesuai dari emosi. Dan karena otak emosional ini berada di bawah kendali pikiran sadar, maka saat kita merasakan emosi, kita mengaktifkan sistem saraf otonom kita. Dengan kata lain, saat kita merasakan emosi intens, kita mengaktifkan sistem bawah sadar kita dan melewati neokorteks kita yang merupakan pusat pikiran sadar. Merasakan emosi intens adalah cara untuk memasuki sistem operasi dan memprogram perubahan, karena kita secara otomatis menginstruksikan sistem saraf otonom untuk mulai menciptakan chemistry yang sesuai dengan emosi yang dirasakan.

Tentu saja untuk memengaruhi tubuh kita agar menjadi sehat dan merasa bahagia, tidaklah bisa terjadi dengan sembarang emosi. Emosi destruktif seperti ketakutan, kesia-siaan, kemarahan, permusuhan, ketidaksabaran, pesimisme, persaingan, dan kekhawatiran tidak akan menandakan gen yang tepat untuk kesehatan yang lebih baik. Mereka justru melakukan sebaliknya. Mereka mengaktifkan sistem saraf fight or flight dan mempersiapkan tubuh untuk keadaan darurat. Orang yang mengalami kondisi ini akan kehilangan energi vital untuk penyembuhan. Sayangnya emosi-emosi destruktif inilah yang paling sering dialami oleh kebanyakan orang, yang seringkali dipicu oleh berbagai dorongan emosional, keadaan lingkungan, dan waktu (memori masa lalu atau jangkauan masa depan).

Ingin sehat dan bahagia, tapi membiarkan diri selalu merasakan emosi-emosi destruktif. Padahal dengan uraian di atas, kita mestinya sadar untuk menghadirkan emosi konstruktif secara sadar, karena emosi intens adalah jalan masuk ke bawah sadar kita, yang akan secara langsung memengaruhi tubuh kita. Mestinya kita berpikir dan belajar untuk bersyukur dan mengapresiasi kehidupan. Karena rasa syukur dan apresiasi akan mengangkat energi dalam tubuh kita ke tempat baru dan keluar dari pusat hormonal yang lebih rendah. Syukur adalah salah satu emosi yang paling kuat untuk meningkatkan tingkat sugestibilitas kita. Ini mengajarkan tubuh kita secara emosional bahwa peristiwa yang kita syukuri telah terjadi, karena kita biasanya bersyukur setelah peristiwa yang diinginkan terjadi.

Merasakan perasaan syukur yang intens yang digabungkan dengan niat bahwa sudah sembuh dari suatu penyakit, tubuh kita (sebagai pikiran bawah sadar) akan mulai percaya bahwa peristiwa masa depan memang telah terjadi atau sedang terjadi pada kita pada saat ini. Rasa syukur intens ini bisa digabungkan dengan niat konstruktif apapun. Maka menjadi wajar bahwa bersyukur akan selalu menjadi tanda penambahan nikmat dan karunia dari Sang Maha Sempurna.

@pakarpemberdayaandiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *