Spirit  

Kehendak Bebas dan Kebahagiaan

Syahril Syam, ST., C.Ht., L.NLP

Oleh: Syahril Syam*)

Apa sih sebenarnya kehendak bebas itu? Apakah ini adalah sebuah karunia dari Tuhan untuk manusia? Apakah ini berarti bahwa manusia bisa berkehendak sebebas-bebasnya? Apakah kehendak bebas ini adalah ukuran derajat kemanusiaan manusia?

Saya akan mengemukakan definisi kehendak bebas dari seorang neurosaintis yang meneliti tentang emosi manusia. Seorang profesor yang bernama Antonio Damasio. Sebelum saya mengemukakan definisi kehendak bebas dari Damasio, mari kita simak dulu tentang makna dari bebas.

Pernahkah di antara kita melihat seseorang yang dalam kondisi sangat marah? Jika kita perhatikan, maka seseorang yang berada dalam kondisi marah, sesungguhnya ia berada dalam kondisi sadar yang tak sadar. Artinya ia tidak dalam kondisi lagi tidur; ia bahkan lagi melek. Tapi walau ia dalam kondisi sadar (tidak tidur), ia sesungguhnya berada dalam kondisi ketidaksadaran. Hal ini terbukti ketika ia sementara marah.

Saat berada dalam kondisi marah intens, ia tak lagi mampu mengendalikan dirinya. Ia tak lagi memegang kontrol atas dirinya. Ia bahkan dikendalikan sepenuhnya oleh dorongan amarahnya. Semua perbuatannya di kala marah tidak disadari olehnya karena memang kontrol dirinya telah lepas. Nanti setelah dorongan amarahnya telah usai, baru ia menyadari apa yang sesungguhnya telah terjadi. Ia baru menyadari bahwa ia tak sengaja dan tak layak melakukan berbagai perbuatan buruk yang dilakukan saat marah tadi.

Contoh ini menunjukkan kepada kita bahwa saat marah intens, kita sesungguhnya tak berada dalam kondisi bebas. Kita justru berada dalam kondisi terpenjara. Kita terpenjara oleh emosi kita sendiri. Saat marah intens, kita tak lagi bebas mengendalikan diri kita. Kita bahkan sepenuhnya dikendalikan bagaikan sebuah robot yang diremote.

Artinya, saat marah intens, seseorang bukan saja tak bebas; ia bahkan tak bisa menggunakan kehendaknya. Karena ia sepenuhnya digerakkan oleh dorongan amarah yang tak terkendali. Danah Zohar menyebut kondisi yang tak bebas pada diri kita ini sebagai pejalan tidur; sebuah istilah yang sesungguhnya dipinjam Danah Zohar dari para ahli meditasi.

Saat seseorang sepenuhnya digerakkan oleh faktor-faktor dari luar dirinya, dimana hanya sekadar memenuhi berbagai dorongan/tendensi dari dalam diri, maka pada saat ini, kita sesungguhnya tak bebas. Istilah follow the money, sesungguhnya menggambarkan manusia yang bergerak bukan atas dasar kehendak bebasnya. Melainkan bergerak karena di tempat tersebut ada uang. Saat manusia digerakkan semata-mata atas dasar ini, maka pada saat itu ia berada dalam kondisi terpenjara; ia tak lagi bebas; ia justru menjadi robot yang berjalan dan digerakkan oleh dorongan tamak dan serakah.

Itulah sebabnya, kehendak bebas adalah sebuah karunia dari Tuhan yang hanya diberikan kepada manusia. Kehendak bebas adalah sebuah “alat” bagi manusia untuk bisa mengendalikan dirinya; untuk bisa mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi; untuk sepenuhnya menjadi manusia dan bukan menjadi robot; untuk sepenuhnya menjadi manusia bebas dan tidak lagi terpenjara oleh berbagai nafsu-nafsu.

Antonio Damasio setelah meneliti dengan seksama tentang emosi dan cara kerja emosi, mendefinisikan kehendak sebagai berikut: kehendak adalah nama lain bagi tindakan memilih berdasarkan hasil-hasil jangka panjang ketimbang hasil-hasil jangka pendek. Menggunakan kekuatan kehendak untuk secara rela berkorban saat ini demi hal-hal lebih baik di masa akan datang, merupakan fungsi kerja emosional kita karena secara emosi kita mau merasakan “rasa sakit” demi kebahagiaan di masa mendatang.

Dengan kata lain, walau dorongan emosional itu seringkali membuat kita terpenjara, ternyata kerja sistem emosi kita juga justru lebih mendukung kehendak bebas kita. Dimana secara emosi, kita tentu mengharapkan sesuatu yang lebih baik bagi diri kita; dan sistem kerja emosi justru bekerja lebih baik pada aspek ini, saat kita secara emosi rela berkorban (dengan mengendalikan berbagai dorongan emosi yang ada) untuk mengharapkan sesuatu yang lebih baik. Misalnya saat kita berniat puasa, maka pada saat itu kita menggunakan kehendak bebas dalam mengontrol dorongan haus dan lapar serta dorongan hawa nafsu.

Saat kita rela berkorban dengan menggunakan kehendak bebas kita dalam mengendalikan berbagai dorongan emosi yang ada, maka pada saat itu kita bergerak sepenuhnya atas kendali yang kita pegang sendiri dalam mencapai suatu tujuan mulia. Alan Wallace, Ph.D adalah seorang ilmuwan barat berkata, “Kita mungkin percaya adanya kehendak bebas, namun sesungguhnya kita tidak dapat disebut ‘bebas’ jika kita tidak dapat mengarahkan perhatian kita sendiri.”

Lebih lanjut dikatakan bahwa ternyata selama ini manusia “tertipu” oleh dirinya sendiri dengan merasa bahwa apa yang terjadi pada dirinya merupakan pilihannya atas penggunaan kehendak bebasnya. Padahal, saat seseorang belum mampu mengendalikan FOKUS DAN PERHATIANNYA secara sadar, maka pada saat itu apa yang dilakukannya sesungguhnya merupakan dorongan-dorongan semata yang muncul dengan sendirinya akibat interaksi dengan realitas. Ia mengira dirinya telah bebas memilih, tapi sesungguhnya ia memilih bukan atas dasar kehendaknya, tapi karena hanya mengikuti berbagai dorongan-dorongan yang muncul. Pada titik inilah, ia sesungguhnya terpenjara oleh berbagai tipu daya dunia.

Seorang arif berkata, “Tahukah engkau, satu amarah yang kau kekang (karena mengendalikan dirimu) itu lebih mendekatkanmu kepada Tuhan dari seribu shalat sunnah.” Inilah kondisi diri ketika kita benar-benar berjuang menggunakan kehendak bebas kita. Meraih kemerdekaan atas diri sendiri yang menciptakan kebahagiaan. Karena penderitaan adalah ketika diri terpenjara oleh nafsu-nafsu.

@pakarpemberdayaandiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *