MAJALAHCEO.co.id, Jakarta – Dalam tinjauan neurosains, terdapat dua jalur dorongan di otak, yaitu pikiran emosi spontan dan pikiran rasional-emosional. Pikiran jalur pertama yang bersifat spontan, cenderung langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan. Kecepatannya mengesampingkan pemikiran hati-hati dan analitis. Tindakan yang muncul dari dorongan emosional membawa rasa kepastian yang kuat.
Pikiran emosional yang spontan ini sangat penting karena memungkinkan pilihan respon yang sangat cepat yang menghemat sekian milidetik saat bereaksi terhadap bahaya. Saat kita mengendarai mobil, maka tiba-tiba saja kita menginjak rem ketika kita secara spontan kaget melihat seorang anak kecil yang melintas di depan. Menginjak rem ini terjadi karena fungsi bagian otak yang bernama amigdala melakukan respon emosi secara cepat tanpa perlu menunggu pertimbangan yang dikeluarkan oleh pemikiran analisis kita (jalur saraf di neokorteks).
Namun, karena bersifat spontan dan tanpa dianalisis terlebih dahulu, maka sistem respon cepat ini juga pada sisi lain merugikan kita sebagai manusia yang berakal. Ketika seseorang berdebat dengan orang lain, maka tentu saja ia tak mengharapkan reaksi spontan berupa menonjok wajah orang yang diajak debat, tetapi bagaimana dorongan emosi yang muncul dikelola sedemikian rupa sehingga kita menemukan solusi saat berdebat.
Olehnya itu, kita membutuhkan jalur kedua, jalur pikiran rasional-emosional, yang melalui proses sadar terlebih dahulu (untuk dianalisa) kemudian menuju perasaan. Jalur ini lebih lambat dan membutuhkan fokus, serta reaksi emosionalnya bersifat kesengajaan.
Yang melakukan manajemen dorongan emosional pada manusia adalah bagian otak yang berada tepat di belakang dahi kita (prefrontal korteks). Dalam hitungan waktu otak, respon rasional-emosi ini agak sedikit lambat dibandingkan reaksi emosi spontan, karena input stimulus yang diterima oleh bagian otak thalamus akan mengubah informasi tadi ke bahasa otak dan mengirim ke prefrontal korteks agar dianalisa, tindakan perencanaan, dan manajemen emosional. Jadi, saat ada respon emosional yang muncul, maka prefrontal korteks akan melakukan sekian banyak pertimbangan, dan memilih salah satu dari berbagai dorongan emosi yang muncul pada diri kita.
Dan karena reaksi emosionalnya bersifat sengaja, maka apa yang kita pikirkan akan menentukan juga perasaan yang kita rasakan. Karena lebih lambat, maka itu berarti kita membutuhkan lebih banyak waktu sebelum mengambil tindakan. Jadi saat kita memikirkan betapa bermaknanya pasangan kita, maka emosi-emosi yang menggetarkan hati pun akan muncul. Ada waktu yang kita gunakan untuk memikirkan betapa berharganya pasangan kita. Ini juga berlaku dalam situasi dan masalah apapun.
Karena itu, dengan secara sengaja menggunakan jalur emosi kedua (pikiran rasional-emosional), maka ini adalah bentuk pemberdayaan kehendak bebas kita untuk secara sadar memilih dan fokus pada tujuan yang diharapkan. Tentu saja ini memang mesti dilatih, agar reaksi kita tidak lagi bersifat spontan saat ada masalah, melainkan dicerna secara matang dan dihadapi dengan lapang dada.
@pakarpemberdayaandiri