Spirit  

Manusia Sebagai Potensi Murni

Syahril Syam, ST., C.Ht., L.NLP *)

Oleh: Syahril Syam *)

Semua makhluk memiliki potensi yang terbatas. Setiap tumbuhan hanya bisa teraktual (tumbuh) sesuai dengan jenisnya sendiri. Hewan pun demikian, hanya lahir dan tumbuh (teraktual) sesuai dengan jenis kehewanannya. Potensinya hanya terbatas sesuai dengan jenisnya masing-masing.

Namun berbeda dengan manusia. Diri kita (jiwa) sesungguhnya adalah potensi murni. Potensi murni berarti bisa menjadi apa saja ketika teraktual. Setiap manusia yang lahir bisa teraktual menjadi siapapun diri kita kelak, melalui tindakan yang berulang-ulang. Manusia bisa menjadi lebih buruk dan rendah dibandingkan hewan. Manusia juga bisa lebih baik dan mulia dibandingkan malaikat. Manusia hidup untuk mengaktualkan potensi dirinya.

Dalam fakta ilmiah, kita hanya menggunakan sekitar 1,5 persen dari DNA kita. Sisanya disebut DNA sampah. Namun, ada prinsip dalam biologi yang disebut “endowment”, yang menyatakan bahwa alam tak pernah menyia-nyiakan apapun. Dengan kata lain, adanya DNA sampah pasti memiliki maksud dan tidak sebagai sesuatu yang sia-sia dan tak berguna. Adanya DNA yang tidak digunakan itu pasti memiliki alasan akan keberadaannya.

Maka sesungguhnya gen-gen kita adalah perpustakaan potensi. Ada kombinasi tak terbatas dari variasi-variasi gen yang bisa diekspresikan dalam gen-gen laten tersebut. Semua gen potensi itu menunggu kita utuk mengaktifkannya. Ada gen-gen untuk pikiran jenius yang tak terbatas, untuk umur panjang, untuk kekuatan kehendak, untuk kemampuan menyembuhkan, untuk mengalami pengalaman mistis, untuk meregenerasi jaringan dan organ, untuk mengaktifkan hormon-hormon masa muda sehingga memiliki energi dan vitalitas yang lebih besar, dan untuk banyak hal positif lainnya.

Ketika kita memberikan sinyal pada gen-gen tersebut, tubuh kita akan mengekspresikan potensi yang lebih besar dengan mengekspresikan gen-gen baru untuk memproduksi protein-protein baru, demi ekspresi kehidupan yang lebih berdaya konstruktif. Dengan belajar dan menjadi lebih konstruktif, dengan rutin menggunakan kehendak bebas untuk merasa dan berperilaku konstruktif, kita sesungguhnya mengetuk pintu genetik kita sendiri. Dan dalam mengaktualkan potensi diri yang konstruktif, berpasrahlah pada proses dan terlibat sepenuhnya dalam pengalaman konstruktif.

@pakarpemberdayaandiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *