MAJALAHCEO.co.id, Jakarta – Sektor manufaktur merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia yang berperan besar dalam penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, serta penguatan rantai pasok industri nasional. Kinerja sektor ini menjadi indikator vital bagi arah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, terutama dalam menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi di tengah dinamika global yang tidak menentu. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur sendiri telah menjadi salah satu tolok ukur utama untuk menilai kekuatan aktivitas produksi dan permintaan di sektor ini dari waktu ke waktu.
“Tren ekspansi manufaktur yang konsisten menjadi sinyal bahwa perekonomian nasional berada pada jalur pertumbuhan yang semakin kuat. Ke depan, kami percaya peningkatan permintaan domestik dan kestabilan harga akan menjadi fondasi berharga untuk mempertahankan momentum pertumbuhan,” tutur Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto di Jakarta, pada Senin (3/11).
Berdasarkan laporan terbaru S&P Global, PMI manufaktur Indonesia meningkat ke level 51,2 pada Oktober 2025, naik dari posisi 50,4 pada bulan sebelumnya. Angka di atas level 50 menunjukkan ekspansi aktivitas manufaktur oleh survei S&P Global. Capaian tersebut menegaskan keberlanjutan momentum ekspansi sektor manufaktur selama 3 bulan berturut-turut sejak Agustus. Tren positif ini mencerminkan bahwa industri pengolahan nasional telah mengalami pemulihan dan kembali meningkat menjelang akhir tahun.
Peningkatan kinerja manufaktur utamanya didorong oleh menguatnya permintaan domestik. Stabilnya konsumsi rumah tangga, kebijakan stimulus fiskal, serta pelaksanaan pengadaan barang dan jasa Pemerintah yang berorientasi pada produk dalam negeri turut menopang pertumbuhan pesanan baru selama tiga bulan terakhir.
Lebih lanjut, kondisi pasar tenaga kerja juga menunjukkan perbaikan pada bulan Oktober. Peningkatan aktivitas industri mendorong kebutuhan tenaga kerja baru yang meningkat. Perkembangan ini menjadi indikasi bahwa pelaku usaha mulai meningkatkan kapasitas produksinya guna mengantisipasi kenaikan permintaan di Kuartal IV-2025.
Meskipun tren ekspansi terjaga, Indonesia tetap mewaspadai sejumlah tantangan guna menjaga keberlanjutan sektor manufaktur. Peningkatan biaya input akibat kenaikan harga bahan baku masih menjadi perhatian, namun sebagian besar pelaku usaha mampu beradaptasi di tengah kondisi tersebut.
Sementara itu, keterbatasan kapasitas produksi mulai direspons melalui peningkatan investasi dan perluasan fasilitas untuk menjaga kelancaran pemenuhan pesanan yang terus meningkat. Penyesuaian harga produk juga dilakukan secara terukur untuk menjaga keseimbangan antara biaya produksi dan daya beli masyarakat.
Dalam konteks makroekonomi, tingkat inflasi nasional tercatat sebesar 2,86% (yoy) per Oktober 2025, dengan inflasi bulanan sebesar 0,28% (mtm), menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Capaian tersebut menunjukkan bahwa inflasi tetap terkendali di dalam target Pemerintah, sehingga memberikan ruang bagi kebijakan fiskal dan moneter untuk terus mendukung pertumbuhan sektor riil. Stabilitas harga ini juga menjadi faktor penting dalam menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan permintaan domestik sebagai motor utama sektor manufaktur.
Kemudian, prospek sektor manufaktur ke depan tetap positif. Pelaku industri menilai permintaan domestik yang solid akan terus menjadi penggerak utama pertumbuhan di tengah ketidakpastian global. Optimisme terhadap peningkatan pesanan dan peluncuran produk baru masih tinggi. Dengan dukungan kebijakan yang konsisten, sektor manufaktur dapat mempertahankan momentum ekspansi dan terus menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada Kuartal IV-2025.
(map/fsr/dep1)













